TEORI ATRIBUSI EKSTERNAL :
Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap
orang seringkali bertanya mengapa orang lain (atau dirinya sendiri) menunjukkan
suatu perilaku tertentu. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini mencerminkan
beberapa hal yang ingin dijawab oleh teori atribusi :
- Mengapa orang lain (dirinya) berhasil/gagal mencapai sesuatu?
- Mengapa dia (saya) mau melakukan perbuatan baik itu?
- Mengapa dia (saya) tega melakukan perbuatan buruk itu?
Faktor-faktor penyebab dari perbuatan
seperti dicontohkan pada pertanyaan-pertanyaan di atas, ingin dijawab oleh
teori atribusi. Karena itu teori atribusi adalah teori tentang bagaimana
manusia menerangkan perilaku orang lain maupun perilakunya sendiri dan akibat
dari perilakunya, misalnya : sifat-sifat, motif, sikap, dan sebagainya atau
faktor-faktor situasi eksternal.
Menurut Myers (1996) atribusi
adalah memahami perilaku diri sendiri atau orang lain dengan menarik kesimpulan
tentang apa yang
mendasari atau melatar belakangi perilaku tersebut.
Sejarah Teori Atribusi
Teori atribusi diperkenalkan oleh Fritz Heider (1958) pertama kali mengenai atribusi kausalitas. Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan. Dimana proses pembentukan kesan ini dapat dilihat berdasarkan Stereotip, Implict personality Theory, dan Atribusi.
Heider
mengemukakan bahwa apabila kita mengamati perilaku sosial, maka yang pertama
kali harus kita lakukan adalah menentukan terlebih dahulu apa yang menyebabkannya,
yakni faktor situasional atau personal. Dalam teori atribusi lazim disebut
kausalitas eksternal dan internal (Jones and Nisbett, 1972).
Kecenderungan
memberi atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala
sesuatu (sifat ilmuwan manusia), termasuk apa yang ada dibalik perilaku orang
lain.
Heider membagi sumber atribusi ini menjadi dua,
yaitu :
o Atribusi internal, yaitu yang
berasal dari diri orang yang bersangkutan.
o Atribusi eksternal, yaitu yang
berasal dari lingkungan atau luar diri orang yang bersangkutan.
Teori atribusi eksternal
Teori
atribusi dari Harold Kelley adalah teori atribusi yang paling terkenal diantara
teori atribusi lainnya. Kelley sama seperti halnya teori Jones dan Davis, mengembangkan teorinya berdasarkan karya Heider.
Bedanya, Jones & Davis menitikberatkan pelaku dalam suatu situasi tertentu
sebagai faktor penyebab dari suatu efek. Di sisi lain, Kelley lebih menekankan
pada unsur lingkungan atau luar diri individu.
Atribusi didefinisikan oleh Kelley sebagai proses
mempersepsi sifat-sifat dispositional (yang sudah ada) pada satuan-satuan
(entities) di dalam suatu lingkungan (environment).
Kelley membenarkan teori Heider bahwa proses atribusi
adalah proses persepsi dan bahwa atribusi bisa ditujukan kepada orang atau
lingkungan. Contohnya, X senang menonton acara TV tertentu (misalnya saja Opera
Van Java), maka ada dua kemungkinan. Kemungkinan yang pertama adalah ia bisa
menyatakan bahwa acara itulah yang memang menyenangkan (atribusi eksternal) dan
yang kedua, ia bisa menyatakan bahwa dirinyalah yang memang dalam keadaan
senang sehingga ia menyukai program TV tersebut (atribusi internal).
Faktor-faktor yang menyebabkan orang lebih cenderung ke
atribusi eksternal atau atribusi internal inilah yang menjadi pusat perhatian
teori Kelley. Beliau berpandangan bahwa suatu tindakan merupakan
suatu akibat atau efek yang terjadi karena adanya sebab. Oleh karena itu,
Kelley mengajukan suatu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya hal-hal yang
menunjuk pada penyebab tindakan, apakah daya internal atau daya eksternal. Kelley mengajukan tiga faktor dasar atau
kriteria yang kita gunakan untuk memutuskan hal tersebut, yaitu:
ü Distinctiveness (distingsi atau kekhususan)
Konsep ini merujuk pada sejauh mana
orang yang kita atribusi tersebut memberikan respon yang berbeda terhadap
berbagai stimulus yang kategorinya lama.
Dalam contoh di atas, X menyukai acara Opera Van Java yang sedang
ditontonnya itu, tetapi kurang menyukai acara-acara TV lain.
ü Konsistensi
Respon dalam
berbagai waktu dan situasi, yaitu sejauh mana seseorang merespon stimulus yang
sama dalam situasi atau keadaan yang yang berbeda. Misalnya A bereaksi sama
terhadap stimulus pada kesempatan yang
berbeda, maka konsistensinya tinggi.
Contohnya, X akan tetap menyukai dan acara itu, tidak hanya ketika ia
menonton di rumahnya, tetapi juga kalau ia sedang menonton di rumah temannya
atau melalui pesawat TV hitam putih, padahal biasanya ia menonton TV berwarna.
ü Konsensus
Ialah sejauh mana orang-orang lain
merespon stimulus yang sama dengan cara yang sama dengan hal yang kita
atribusi.
Misalnya, dalam acara Opera Van Java tadi, ternyata bukan
X saja yang menyukai acara tersebut, tetapi orang-orang lain pun menyukai acara
tersebut.
Jika semua faktor atau kriteria ini dipenuhi, maka akan terjadi atribusi
eksternal. Namun kalau tidak berarti terjadi atribusi internal, misal dalam
contoh tadi kesenangan menonton acara TV tersebut akan dinyatakan sebagai
akibat dari keadaan diri X sendiri.
Dengan kata lain, atribusi
eksternal terjadi ditandai dengan distingsi tinggi, konsistensi tinggi serta
konsensus yang tinggi pula.
Kalau suatu atribusi memenuhi semua kriteria tersebut (atribusi eksternal)
; maka orang akan merasa yakin pada diri, cepat membuat keputusan dan mampu
bertindak dengan mantap. Akan tetapi, kalau salah satu atau beberapa kriteria
tidak terpenuhi, maka ia menjadi tidak yakin dan ragu-ragu dalam bertindak
serta orang tersebut akan membutuhkan informasi dari orang lain. Hal ini
menyebabkan Kelley sampai pada teorinya tentang tingkat informasi (information
level).
Tingkat informasi menyangkut pengetahuan seseorang tentang
kenyataan-kenyataan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Jika tingkat
informasi seseorang tinggi, maka orang akan mampu membuat atribusi yang
distingsif (lain dari yang lain), tetapi mantap (tidak sering berubah-ubah).
Selanjutnya, Kelley menyatakan bahwa tingkat informasi seseorang merupakan
dasar untuk menganalisis ketergantungan informasi dari orang tersebut. Kelley
beranggapan bahwa setiap orang (misalnya A) selalu membutuhkan orang lain
(misalnya B) untuk memperoleh informasi-informasi yang berlaku. Jika B bisa
meningkatkan informasi yang dimiliki A ke tingkat yang lebih tinggi, maka A
akan mempunyai ketergantungan informasi kepada B.
Kekurangan informasi dari seorang individu akan mendorong individu tersebut
mencari informasi yang dibutuhkan. Kecenderungan mencari informasi menyebabkan
seseorang harus melaksanakan interaksi dengan individu lain.
Cara meningkatkan pengetahuan agar individu mempunyai tingkat atribusi yang
tinggi menurut Kelley dapat ditempuh dengan dua cara, yakni :

Yaitu dengan meningkatkan kemantapan dari sifat-sifat
satuan yang ada dalam lingkungan. Cara ini lazim disebut pendidikan.

Ialah meningkatkan kesamaan pandangan kepada
individu-individu yang ada di dalam lingkungan. Cara ini biasa disebut
persuasi.
Jika Artikel Ini Mau Di Copy Silahkan Pasang Linknya Ya Sob!! Salam ApNie.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.